Study Banding Balai Besar KSDA Papua Barat Ke KPH Yogyakarta
Kawasan kelola BKSDA Papua Barat mencakup luasan 1,9 juta Ha. Sungguh wilayah yang sangat luas jsekali ika dibandingkan dengan wilayah kelola KPH Yogyakarta yang hanya 15.724,5 Ha . Potensi yang dimiliki Papua Barat jauh lebih melimpah. Keindahan laut dan keindahan daratan mereka miliki semua. Sedikit informasi bahwa Raja Ampat masuk di kawasan BKSDA Papua Barat dan dikelola oleh TWA Sapokren.
Gambar 1. Kepulauan Raja Ampat
Source:
https://travel.kompas.com/read/2014/07/07/112941827/Inilah.Wayag.Ikonnya.Raja.Ampat.Papua
Potensi alam yang indah tersebut masih belum terkelola dan termanfaatkan dengan maksimal. Oleh Balai Besar KSDA Papua, kawasan hutan diarahkan menonjolkan untuk wisata alamnya ( HHBK berupa jasa lingkungan).
Gambar 2. Diskusi KPH Yogyakarta dengan BKSDA Papua Barat
Kegiatan diskusi berjalan sangat efektif. Dari BKDSA Sorong sangat terbuka dan menjelaskan beberapa kendala yang dialami dalam pembangunan wisata alam di Papua Barat. Berikut rangkuman dari diskusi :
1. SDM di BKSDA Papua Barat sangat terbatas
Jumlah pegawai di BKSDA Papua Barat kurang lebih 40 orang dan mengampu lus kawasan 1.9 juta Ha. Meskipun tugas mereka sangat berat, tapi sangat salut dengan kinerja BKSDA yang sudah melaksanakan tupoksi secara maksimal untuk meningkatkan pengelolaan dan pemanfaatan hutan disana .Salah satu cara untuk membantu pengawasan dan keamanan wilayah hutan ialah dengan merangkul peran masyarakat sebagai mitra.
2. Pemanfaatan hutan oleh masyarakat di Papua Barat tidak mengenal sistem kerjasama yang ada selama ini adalah bentuk perijinan.
Sedikit mengulik mengenai budaya setempat, anggota TWA Klamoto Sdr. Manuel dan Bpk. Kepala Desa Sapokren mengungkapkan bahwa masyarakat di Papua Barat masih berorientasi pada making a lot of money. Semua kegiatan diperhitungkan dengan uang, jika tidak ada uang dari pemerintah kegiatan kehutanan tidak berjalan. Kemudian untuk sistem kerjasama, masyarakat kurang menghendaki adanya sistem bagi hasil. Dengan berkunjung ke KPH Yogyakarta, Sdr. Manuel memperoleh banyak pengalaman dan pengetahuan mengenai pengelolaan hutan di Yogyakarta. Sistem pengelolaan hutan wisata alam mengandalkan gotong royong. Masyarakat menyadari bahwa hasil yang didapat tidak diperoleh secara instan tetapi perlu pengorbanan dan kerja keras. Masyarakat anggota KTH bekerja ikhlas tanpa menunggu adanya kucuran dana dari pemerintah terlebih dahulu. Seperti sekarang ini setelah wisata alam sudah berjalan lancar , mereka baru merasakan manfaatnya sosial,ekonomi dan lingkungan dari keberadaan wisata alam di daerah mereka. Keberhasilan pengelolaan hutan bentuk wisata alam tidak lepas dari peran pemerintah setempat dan pemerintah pusat dalam memotivasi dan memfasilitasi masyarakat yang mandiri dan berkarya untuk kehutanan.
3. Peran adat sangat penting
Adat sangat di junjung tinggi di Papua Barat. Sdr Manuel menjelaskan bahwa ketua adat memiliki perat dan jabatan yang dihormati bahkan melebihi Bupati. Kehendak kepala adat adalah petuah yang wajib untuk dilaksanakan. Jika ada masukan/ ide terkait kegiatan pembangunan kehutanan bagi Ketua Adat tidak tertarik maka ketua adat akan menghimbau masyarakatnya untuk tidak terlibat pada kegiatan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan cara mengubah pola pikir ketua adat dengan melakukan pendekatan intensif sehingga mereka bersedia ikut bekerjasama dalam pembangunan kehutanan Papua Barat menjadi lebih maju.
4. Biaya wisata ke Papua sangatlah tinggi
Tidak semua masyarakat di Indonesia mampu untuk melakukan perjalanan wisata ke Papua Barat mengingat lokasinya yang cukup jauh dan memakan biaya yang besar. Selain itu, biaya hidup di Papua Barat sangatlah tinggi. Ibaratnya nominal senilai Rp 10.000,- di Jogja sudah dapat nasi telur dan minum es teh. Berbeda jika di Papua Barat mungkin nominal senilai itu baru mendapatkan es teh nya saja. Banyaknya wisatawan yang berkunjung ke lokasi wisata alam KPH Yogyakarta tidak bisa dibandingkan dengan di Papua Barat. KPH Yogyakarta menetapkan biaya retribusi yang sangat murah tapi dengan pengunjung yang sangat banyak. Meskipun retribusinya muran KPH Yogyakarta mampu mendapatkan PAD yang sangat besar dari sektor wisata. Saran yang diberikan oleh Kepala Balai KPH Yogyakarta ialah membuat paket wisata minat khusus atau paket wisata eksklusif. Tidak perlu mentarget jumlah pengunjung yang banyak tetapi mampu menghasilkan pendapatan yang banyak. Sasaran wisatawan di khususkan oleh masyarakat kelas menengah keatas. Memanfaatkan peran sosial media merupakan sarana yang murah dan cepat menyebar. Melibatkan peran fotografer dan blogger adalah cara yang tepat untuk melakukan promosi dan mengdongkrak nama wisata Papua Barat.
Setelah melakukan diskusi, tamu BKSDA mengunjungi wisata alam Lintang Sewu yang berlokasi tidak jauh dari Seribu Batu. Mereka melihat wisata alam lintang sewu yang masih dalam proses finishing. Terlihat beberapa anggota kelompok tani sedang membuat panggung sendratari berbentuk bunga teratai.
Gambar3. Proses Pembangunan Panggung Sendratari
Gambar 4. Foto Bersama BKSDA Papua Barat
Tamu dari BKSDA Papua Barat sangat mengapresiasi saat melihat proses pembangunan wisata alam Lintang Sewu. Pembangunan wisata sangat terkonsep dan sudah tau mau dibuat seperti apa, tujuannya apa, sasarannya apa. Dengan berlangsungnya kunjungan ke KPH Yogyakarta diharapkan Pihak BKSDA Papua Barat dan masyarakat KTW TWA telah terinspirasi dan termotivasi membawa kelola wisata di Papua Barat lebih optimal dan lebih maju.
0 komentar:
Posting Komentar