Senin, 16 Juli 2018

Kayu Putih : Proses Pemanenan Daun Kayu Putih

     Kawasan hutan yang dikelola oleh Balai KPH Yogyakarta didominasi hutan tanaman jenis jati dan kayu putih. Luas tanaman kayu putih di wilayah KPH Yogyakarta mencapai ± 4.118,1 Ha yang berada di hutan produksi seluas 3.831 Ha dan hutan lindung seluas 286 Ha. Tegakan kayu putih tersebar di empat BDH yaitu BDH Playen, BDH Paliyan, BDH Karangmojo, BDH Panggang. Tegakan kayu putih telah sekian lama dibudidayakan sebagai bentuk pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. Di setiap tahunnya dilakukan panen daun kayu putih sebagai bahan utama menghasilkan minyak atsiri kayu putih. Proses pemanenan daun kayu putih terdiri dari dua tahap yaitu pangkas perdana dan pangkas panen. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut terkait proses pemanenan daun kayu putih:
1. Pangkas Perdana
     Pangkas perdana dilakukan pada tanaman kayu putih dengan usia minimal 5 tahun atau saat diameter batang pokok telah mencapai minimal 7 cm. Waktu yang tepat untuk pangkas perdana ialah saat musim kemarau. Pangkas perdana ditujukan untuk memperpendek tinggi tanaman sehingga mempermudah dalam pemungutan lanjutan. Pemangkasan dilakukan dengan cara memotong batang utama setinggi 110cm atau setinggi dada orang dewasa. Pemotongan menggunakan gergaji/ kapak yang seteril  untuk mencegah luka pada batang tidak terkena bakteri atau kotoran yang dapat menghambat pertumbuhan trubusan daun. Arah potongan menghadap arah matahari dengan kemiringan potongan 45 derajat dan menghadap cahaya matahari bertujuan agar luka cepat kering dan cukup mendapatkan asupan cahaya matahari agar mempercepat pertumbuhan daun.   Daun dari panen perdana digunakan dalam bahan baku penyulingan minyak. Sedangkan kayu dari pemanenan dijual karena masih bisa dimanfaatkan sebagai kayu bakar.
2. Pangkas Panen
      Pangkas panen merupakan pangkas rutin yang dilakukan pada tekagan kayu putih yang telah dipangkas perdana untuk memperoleh daun kayu putih. Pangkas dilakukan bertahap mulai bulan Mei hingga Desember. Sebelum pelaksanaan pangkas terlebih dahulu dilakukan taksasi untuk mengetahui potensi daun di tiap-tiap petak. Potensi daun dilihat dari kerimbunan daun, warna daun yang sudah hijau tua menandakan kandungan minyak nya tinggi dan diameter cabang tunas baru minimal sudah berukuran 2 cm. Setelah ditentukan blok mana yang akan dipangkas kemudian petak-petak tersebut ditandai dengan patok bambu yang di cat merah dan ditempatkan di setiap sudut petak.
     Terdapat dua cara dalam memangkas daun kayu putih. Pertama adalah rimbas habis dimana semua cabang dipanen. Kedua yaitu rimbas sebagian yang menyisakan 1 hingga 2 cabang untuk memastikan tanaman kayu putih tidak mati. Rimbas sebagian dikenakan pada tegakan kayu putih yang sudah berumur tua.
     Tenaga kerja rimbas daun kayu putih adalah anggota kelompok tani hutan (KTH) yang mengelola petak kayu putih. Petani telah diberikan akses dengan melakukan tumpangsari di bawah tanaman pokok. Sebagai bentuk kerjasama maka disaat panen daun kayu putih anggota KTH yang menjadi tenaga rimbasnya. Petani sebagai tenaga rimbas tidak semata-mata tenaga gratis tetapi diberikan upah kerja. Sistem pengupahan yang diterapkan berbeda-beda di setiap RPH tergantung kebijakan di tiap lokasi. Secara garis besar sistem pengupahan yang diterapkan adalah upah borongan. Pengupahan dihitung berdasarkan muatan tiap truk. Truk sekali angkut memuat kurang lebih 140-150 ikat daun dan diberikan upah sebesar 200rb per angkut truk. Untuk menjaga kelancaran proses pemanenan, mandor produksi yang bertugas untuk mengawasi berjalannya proses panen.
     Daun yang telah dipangkas dikumpulkan dan diletakkan di jalan produksi untuk dimuat oleh truk daun. Titik pengumpulan daun dipilih sesuai kesepakatan antara tenaga pungut dengan mantri/ mandor. Kesepakatan titik pengumpulan bertujuan agar tenaga pungut tidak meletakkan daun sembarangan dan jika tenaga pungut tidak meletakkan daun sesuai titik kumpul atau daun tidak bisa terambil oleh truk daun maka upah pungut tidak dibayarkan. Selanjutnya truk pengangkut daun akan mengantarkan daun ke pabrik penyulingan kayu putih gelararan dan pabrik sendangmole untuk diolah menjadi minyak kayu putih. 
     Kegiatan pemanenan daun kayu putih tidak luput dari adanya kendala. Beberapa kendala yang sering dihadapi antara lain:
1. Akses menuju jalan produksi
Jalan yang rusak adalah kendala berat bagi truk untuk mengakses lokasi kumpul. Jalan produksi di dalam hutan sulit ditempuh apalagi menggunakan kendaraan besar. Jenis tanah di daerah Gunung kidul adalah grumosol yang berciri tanah keras dan jika terkena air berteksur lempung. Selain itu di kawasan hutan terdapat bebatuan yang tajam dan dapat membuat ban truk bocor dan adapula lempengan batuan jika dalam keadaan lembab cenderung berlumut dan mampu membuat truk tergelincir. 
2. Salah memperkirakan cuaca
Cuaca adalah faktor penting dalam pemanenan daun. Kegiatan panen dilakukan pada musim kemarau dan menghindari musim hujan. Saat hujan akan menggangu efektifitas pemanenan daun. Hujan juga memperburuk jalan produksi yang mengakibatkan truk dapat terjebak di lumpur maupun tergelincir. 
3. Sosial budaya masyarakat setempat
Masyarakat di Yogyakarta masih sangat kental dengan aktivitas sosial budaya yang kuat. Kegiatan pemanenan akan berhenti sesaat ketika masyarakat sedang ada acara sosial budaya seperti: hajatan, rosulan, layat, dan berbagai acara lainnya. 

Dokumentasi


Gambar 1. Rimbas Daun MKP


Gambar 2. Panen Daun MKP


Gambar 3. Angkut Daun MKP


Gambar 4. Muatan Truk Daun Kayu Putih

1 komentar:

  1. Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
    hanya di D*E*W*A*P*K / pin bb D87604A1
    dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
    dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)

    BalasHapus