Rabu, 16 Mei 2018

Wisata Alam Watu Payung Yogyakarta


       Berdasarkan P.22/Menhut-II/2012 wisata alam didefinisikan kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di kawasan hutan lindung. Salah satu wisata alam yang sedang ramai di Yogyakarta adalah wisata watu payung. Nama watu payung diambil dari sebuah batu besar yang berbentuk seperti payung di lokasi tersebut. Menurut cerita warga setempat, watu (batu) tersebut digunakan untuk bertapa seorang pertapa yang asih. Wisata alam watu payung berada di hutan negara yang dikelola oleh kelompok HKm yang bernama HKm Sidomulyo III. Kelompok HKm terbentuk dengan skema perijinan pemanfaatan hutan negara. Menurut P.88/Menhut-II/2014 HKm (Hutan Kemasyarakatan) didefinisikan sebagai hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat.  Dalam wadah HKm masyarakat diberikan wewenang untuk mengelola hutan ijin sesuai dengan peraturan yang berlaku. HKm Sidomulyo III sendiri berada di kawasan hutan KPH Yogyakarta. Penetapan HKm Sidomulyo III tertuang pada perijinan 225/KPTS/2007 tanggal 12 Desember Tahun 2007. Luas garapan mencakup 17,4 Ha dengan status kawasan hutan lindung jenis tanaman jati. Kawasan hutan HKm Sidomulyo III berada di petak 108 RPH Bibal BDH Panggang KPH Yogyakarta. Sedangkan untuk wilayah administratif berada di Dusun Turunan Desa Girisuko Kecamatan Panggang Kabupaten Gunungkidul.
       Inisiasi pembangunan wisata alam watu payung tergerak dari suksesnya wisata alam Mangunan yang terletak di kawasan Hutan RPH Mangunan BDH Kulonprogo Bantul KPH Yogyakarta. HKm Sidomulyo III mengajukan untuk mengelola watu payung menjadi wisata alam yang mana memiliki lanskap alam yang sangat potensial dikembangkan. Balai KPH Yogyakarta sebagai pengawas HKm melakukan  pendampingi, pengarahkan dan memfasilitasi berjalannya pengembangan watu payung. Pembangunan wisata watu payung harus melewati proses yang disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Luas kawasan hutan yang boleh dimanfaatkan sebagai wisata alam hanya 10% dari luas HKm. Sehingga dari 17,4 Ha luas HKm hanya 1,7 Ha yang boleh dimanfaatkan untuk wisata. Sarana dan prasarana penunjang wisata juga dibatasi hanya boleh 10% dari luas yang boleh dimanfaatkan. Oleh karena itu, luas sarpras yang boleh dibangun maksimal hanya 0,17 Ha. Penyediaan sarpras tentu saja tidak dipebolehkan menggunakan material permanen melainkan material alami (P.22/Menhut-II/2012). 
      Lanskap alam yang ada di wisata watu payung sangatlah elok. Pengunjung dapat menikmati keindahan lekukan bukit, tatanan tebing, dan alur sungai oyo. Panorama watu payung juga menawarkan indahnya sunrise dan sunset yang tidak patut untuk dilewatkan.  Saat menyambut fajar, hamparan tebing dan bukit ditutupi oleh kabut sehingga kita dapat merasakan negeri diatas awan. Untuk menambah kesan seni alam yang kuat, watu payung dilengkapi dengan beberapa enviroment art. Enviroment art yang dipersembahkan berupa kontruksi-kontruksi yang dirakit dari tanaman jenis perdu. Sebut saja Lantana Camara atau lebih dikenal dengan tembelekan. Tembelekan termasuk jenis perdu dan mempunyai sifat batang yang lentur. Ditambah lagi tanaman ini mudah dikembangbiakan dimana dia mampu tumbuh meskipun tanpa akar dan daun (Stek batang). Tanaman ini tidak sulit diperoleh karena tumbuh banyak di kawasan hutan daerah Kecamatan Panggang. Pemanfaatan tembelekan selama digunakan sebagai rencek kayu bakar ada pula dijadikan tanaman pagar. Keberadaan enviroment art tidak lepas dari keterlibatan peran seniman Yogyakarta. Mereka mampu melihat nilai estetik pada tanaman perdu tersebut. Sehingga terciptalah sketsa-sketsa kontruksi enviroment art yang sekarang tersaji di watu payung. Adapun tema kontruksi enviroment art diangkat dari cerita masyarakat setempat. Konon katanya kawasan watu payung dari dasar laut yang terangkat. Beberapa kontruksi yang dirakit berupa kapal, menara, gerbang, karang, dan wujud binatang laut.  Tingginya antusias pengunjung yang datang mendatangkan income yang sebanding dengan kerja keras pembangunan wisata watu payung. Retribusi yang dipungut tergolong terjangkau sekali. Pengunjung hanya perlu mengeluarkan nominal Rp. 3000,- untuk parkir motor. Baik kelompok HKm, KPH Yogyakarta, seniman, desa setempat dan beberapa pihak lain bekerjasama dan turut saling mendukung hingga wisata payung sudah dikenal luas. Semua dilakukan dengan tujuan membantu meningkatkan sosial ekonomi masyarakat setempat dengan tetap menjaga alam sekitar. 


Gambar 1. Lanskap Alam Watu Payung (siang hari)

Gambar 2. Tembelekan (Lantana Camara)
sumber: https://gumukpasir.com/lantana-bunga-liar-goa-cemara/

Gambar 3. Enviroment Art (hewan laut)

Gamabr 4. Enviroment art (Kapal)

Gambar 5. Enviroment Art (Menara)

Gambar 6. Enviroment Art (Karang / bunga )



















Continue reading Wisata Alam Watu Payung Yogyakarta

Senin, 14 Mei 2018

Pelatihan Pengolahan Produk Bawah Tegakan KTH Giriwana V KPH Yogyakarta


Agroforestry dikenal sebagai suatu pola tanam yang menyandingkan antara tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian. Dalam prinsip agroforestri yang perlu diperhatikan ialah tidak merusak tanaman pokok dan menggunakan jenis tanaman musim sesuai dengan peraturan kehutanan yang berlaku. Penanaman tanaman pertanian di  kawasan hutan cocok diterapkan pada hutan dengan jarak tanam yang sudah teratur.  Jenis palawija yang biasa ditanam pada pola agroforestry membutuhkan asupan cahaya yang tinggi. Sehingga jangka waktu penanaman palawija terbatas saat tajuk tanaman pokok masih rendah. Ketika tajuk tanaman pokok sudah tinggi, petani diharapkan mengganti tanaman polowija dengan jenis tanaman yang tahan terhadap naungan.
Umbi-umbian dan empon-empon dengan jenis yang tahan naungan dapat dimanfaatakan sebagai strategi pengganti tanaman palawija. Umbi-umbian dikenal sebagai sumber bahan makanan yang kaya akan serat. Pemanfaatan umbi lebih lanjut dapat mengurangi konsumsi beras dan gandum. Diketahui selama ini Indonesia masih melakukan impor beras dan gandum untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Empon-empon sudah sangat dengan dengan masyarakat Indonesia. Empon-empon dimanfaatkan sebagai bumbu dapur dan biofarmaka untuk kesehatan. Hingga saat ini pemanfaatan umbi dan empon masih terbatas.
Balai KPH Yogyakarta dengan difasilitasi oleh BPHP Wilayah VII Denpasar menyelenggarakan pelatihan pengolahan produk PLDT (Pemanfaatan Lahan Dibawah Tegakan). Acara tersebut dibuka oleh Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY dan didampingi oleh Kepala Balai KPH Yogayakarta dan Kepala Seksi Perencanaan dan Perlindungan Hutan. Narasumber didatangkan dari UPT BPTP Yogyakarta untuk memberikan keterampilan dalam olahan bermacam produk dari PLDT berupa umbi-umbian dan empon-empon. Penanaman Lahan Dibawah Tegakan (PLDT) telah dilakukan oleh masyarakat KTH sejak lama dengan memanfaatkan space lahan diatara tanaman pokok. Bagi masyarakat KTH selama ini pemanfaatan umbi dan empon-empon masih terbatas dijual dalam bentuk segar.
Ibu Yeyen sebagai narasumber dari BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Yogyakarta mengemukakan bahwa umbi dan empon-empon dapat diproses sebagai bahan setengah jadi seperti tepung umbi, simplisia, minuman instan, sari empon-empon, dan sirup biofarmaka. Tepung umbi nantinya dapat di manfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan kue dan makanan lainnnya. Untuk saat ini tepung umbi yang sudah cukup banyak diproduksi adalah tepung mokaf yang berasal dari singkong atau ketela pohon. Tepung mokaf mampu menyubtitusi hampir 100% penggunaan tepung terigu.
KTH Giriwana V RPH Blimbing BDH Panggang sudah lama menanam umbi kimpul sebagai tanaman PLDT. Kimpul adalah umbi sejenis talas-talasan. Selama ini kimpul dijual segar dan beberapa diproduksi untuk keripik yang dititipkan di warung-warung seputaran desa. Pada pelatihan masyarakat dibekali keterampilan dan pengetahuan tentang mengolah umbi dan empon menjadi bernilai jual. Praktek pelatihan dilakukan dengan membuat aneka macam makanan dan minuman berbahan dasar umbi dan empon-empon. Bahan-bahan utama yang diperlukan untuk praktek pelatihan diperoleh dari lahan KTH Giriwana V KPH Yogyakarta seperti jahe, temulawak, dan kimpul. Peserta diberikan arahan dan didampingi agar ketika praktek dapat memperoleh hasil yang memuaskan. Olahan makanan yang dihasilkan antara lain brownis, donat, kue kering/cookies, stik, permen temulawak, sirup temulawak, temulawak instan, dan jahe instan.  Dari sekian olahan umbi dan kimpul yang dibuat peserta dapat dikategorikan berhasil. Anggota kelompok sangat kompak, bersemangat dan menyerap informasi dan arahan dengan baik. Semoga kedepan KTH Giriwana V menjadi KTH yang mandiri dengan menonjolkan produk unggulan dari bahan baku umbi dan empon-empon. 

Gambar 1. Materi dari Narasumber

       Gambar 2. Membersihkan empon-empon

            
           Gambar 3. Anggota KTH membuat produk olahan PLDT

       
          Gambar 4. Anggota KTH membuat produk olahan PLDT

Gambar 5. Cookies Kimpul

Gambar 6. Brownis Kimpul

Gambar 7. Donut Kimpul

Gambar 8.Nugget Ayam + Kimpul

Gamabr 9. Stik Kimpul

Gambar 10. Permen Jahe

Gamabr 11. Jahe Bubuk (Instan)

Gambar 12. Temulawak Bubuk (Instan)

Gambar 13. Jamu Temulawak

Gambar 14. Foto Bersama Pelatihan PLDT KTH Giriwana V



















Continue reading Pelatihan Pengolahan Produk Bawah Tegakan KTH Giriwana V KPH Yogyakarta

Minggu, 13 Mei 2018

Field Trip Asia Pasific RainForest Summit in Yogyakarta


       Asia Pasific Rainforest Summit merupakan agenda dua tahunan yang diselenggarakan oleh CIFOR dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penyelenggaraan APRS kali ketiga ini dihelat di DI. Yogyakarta dengan mengangkat tema "Protecting Forest and People Supporting Economic Growth". Rangkaian acara berlangsung dari tanggal 23-25 April 2018. Acara terakhir pada tanggal 25 April diadakan sebuah fieldtrip ke kawasan hutan di Yogyakarta. Pilihan lokasi fieldtrip yakni Taman Nasional Gunung Merapi dan KPHP Yogyakarta. Di dalam tulisan berikut saya akan membagikan sedikit informasi mengenai rangkaian acara fieldtrip di kawasan hutan KPHP Yogyakarta. Lokasi yang menjadi tujuan pembelajaran pengelolaan hutan di KPH Yogyakarta antara lain : pabrik penyulingan minyak kayu putih sendangmole, hutan pendidikan wanagama, dan hutan pinus mangunan.
       Lokasi pertama yang dikunjungi adalah pabrik penyulingan minyak kayu putih sendangmole yang berada di Bunder, Gunungkidul. Pabrik sendangmole sudah beroperasi selama berpuluh tahun dan merupakan pabrik penyulingan MKP terbesar di Yogyakarta. Peserta kunjungan diberikan materi langsung oleh Bpk Wawan selaku kasie. Pemanfaatan Hutan KPH Yogyakarta. Beliau memaparkan materi serta sebuah film terkait pengolahan MKP mulai dari hulu hingga hilir. Pemutaran film penyulingan MKP sangat membantu memberikan gambaran yang jelas karena peserta tidak melakukan kunjungan ke kawasan hutan kayu putih. Proses penyulingan dapat dipelajari dari kegiatan pemasakan yang sedang berlangsung. Saat fieldtrip dilakukan sebenarnya pabrik belum melakukan pemasakan karena belum jatuh jadwal memasak daun. Oleh KPH Yogyakarta dilakukan pemasakan daun dalam kapasitas kecil untuk memberikan gambaran proses penyulingan MKP. Di dalam pemutaran film dijelaskan mengenai daun kayu putih dari hutan kemudian dipanen (dirimbas daunnya), diangkut ke lokasi pabrik hingga dilakukannya pemasakan menjadi minyak kayu putih. Acara pembelajaran penyulingan MKP ditutup dengan membagikan souvenir berupa minyak kayu putih yang dikemas pada botol rool. Peserta fieldtrip sangat antusias dengan pembelajaran penyulingan MKP. Mereka mendapatkan wawasan baru terkait pemanfaatan hasil hutan bukan kayu.
Gambar 1. Sambutan Pak Teguh (Kepala Divisi Kerjasama Luar Negeri KLHK)

Gambar 2. Penyampaian Materi Oleh Kasie. Pemanfaatan Hutan

     Lokasi kedua yang dikunjungi ialah hutan wanagama. Wanagama merupakan hutan negara yang dimanfaatkan khusus sebagai sarana pendidikan. Fakultas Kehutanan UGM ditunjuk sebagai pengelola guna mengaplikasikan ilmu kehutanan dalam menghijaukan daerah tersebut yang sebelumnya dikenal dengan kawasan tandus (batu bertanah). Setelah sekian lama diambil andil oleh Fakultas Kehutanan, kawasan batu bertanah sudah mulai menunjukan perubahan yang signifikan dari tandus menjadi berhumus. Berbekal dari kerja keras FKT UGM, wanagama tepat dimasukan sebagai list fieldtrip APRS kali ini. Pemberi materi filedtrip adalah dosen/ pengajar dari FKT UGM diantaranya : Bpk Naim, Bpk Handoyo, Bpk Sukirno, dan Ibu Yeni. Peserta filedtrip diarahkan ke lokasi layersoil (lapisan tanah di Gunung Kidul) yang memperlihatkan susunan lapisan tanah yang cenderung seperti batu. Kemudian pemberi materi menjelaskan bagaimana upaya dan riset untuk menghijauan hutan wanagama seperti sekarang ini. Kemudian juga disampikan jenis-jenis tanaman pioner yang digunakan, jenis tanaman edemik yang dikembangkan, dan tanaman-tanaman hasil riset. Membahas tanaman hasil riset, FKT UGM memiliki spesies jati bernama Jati Mega. Jati Mega merupakan klon jati yang berasal dari persilangan dua klon jati terbaik yang diperoleh dari klon-klon jati unggul dari berbagai sampel lokasi di Pulai Jawa. Jati Mega mulai ditanam pada tahun 2009 dan sekarang berumur kurang lebih 9 tahun.
Gambar 3. Layersoil Wanagama

Gambar 4. Pembelajaran Layer Soil Wanagama

Gambar 5. Jati Mega Wanagama

      Puas dengan informasi dan ilmu baru tentang hutan pendidikan wanagama, fieldtrip dilanjukan ke lokasi ketiga (lokasi terakhir) yaitu hutan pinus mangunan. Hutan pinus mangunan merupakan obyek wisata yang sedang booming dibeberapa tahun ini. Mungkin masih belum yang banyak tahu jika hutan pinus mangunan termasuk hutan milik negara. Hutan pinus mangunan (pinussari) sendiri adalah satu dari 9 wanawisata yang dikembangkan oleh KPH Yogyakarta berbasis sosial budaya (Wana Wisata Budaya Mataram). Kesuksesan kelola wisata alam jasa lingkungan tidak lepas dari peran antara pemerintah dengan masyarakat. Dapat dibilang bahwa hutan pinus mangunan dan 8 lokasi lainnya (Wana Wisata Budaya Mataram) merupakan salah satu wujud sukses pengelolaan hutan lestari di DIY. Oleh karenanya pembelajaran di lokasi ini akan sangat bermanfaat bagi peserta fieldtrip mengenai kelola wanawisata jasa lingkungan. Peserta disarahkan ke lokas sekolah rimba yang berada di hutan pinus mangunan (Pinussari). Pembicara materi tentang wanawisata jasa lingkungan disampaikan oleh Bpk. Aji Sukmono selaku Kepala Balai KPH Yogyakarta dan Sdri. Fatwa Nirza selaku staff KPH Yogyakarta. Narasumber menjelaskan awal inisiasi pemanfaatan hutan berbasis jasa lingkungan. Luas total dari pemanfaatan hutan wisata di RPH Mangunan adalah 24 Ha. Segala bentuk pengelolaan sudah disesuaikan dengan peraturan yang berlaku mulai dari PP hingga Pergub. Dalam pengelolaan wanawisata ini, pemerintah daerah bermitra dengan kelompok masyarakat yang berbentuk badan hukum (Koperasi NOTOWONO). Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY telah melakukan perjanjian kerjasama dengan Koperasi Notowono per Januari 2017. Ketentuan bagi hasil yang tertuang dalam perjanjian ialah 25% pemerintah dan 75% masyarakat. Masyarakat diberikan prosentase lebih besar dengan tujuan mensejahterakan masyarakat. Masyarakat disandingkan sebagi mitra bukan sebagai pekerja. Jumlah pengunjung yang datang ke lokasi wisata alam Mangunan sangatlah besar hingga akhir tahun 2017 pengunjung mencapi hampir 2 juta orang. Pendapatan yang masuk ke pemerintah cukuplah besar kurang lebih 2M per tahun 2017. Selesai penjelasan dari narasumber, peserta fieldtrip diberikan sajian campursari lagu-lagu khas jawa dan sesi foto bersama.


Gambar 6. Sambutan Campursari Jawa


Gambar 7. Penyampaian Materi oleh KPH Yogyakarta
Continue reading Field Trip Asia Pasific RainForest Summit in Yogyakarta

Rabu, 02 Mei 2018

Pameran Produk Dishutbun DIY di Acara Asia Pasific Rainforest Summit

       Asia Pasific Rainforest Summit In Yogyakarta

       Hasil hutan bukan kayu (HHBK) menurut UU no 41 Tahun 1999 didefinisikan sebagai hasil hutan yang terdiri dari benda-benda hayati yang berasal dari flora-fauna selain itu termasuk juga jasa air, dasar dan manfaat tidak langsung dari hutan. Kemunian HHBK menurut permenhut No.35 tahun 2007 diartikan sebagai hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunannya dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan.  Pemanfaatan HHBK yang optimal diharapkan dapat menunjang segi sosial ekonomi masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan. Tidak dipungkiri masih banyak masyarakat yang lebih mengutamakan hasil hutan kayu dibanding HHBK karena masih dianggap sebelah mata. Oleh karenanya itu diperlukan upaya, kerja keras dan sosialisasi tingkat tapak menerus guna memstimulasi minat masyarakat hutan untuk melirik hasil hutan bukan kayu. Salah satu produk HHBK milik KPH Yogyakarta ialah minyak atsiri kayu putih. Minyak Kayu putih KPH Yogyakarta merupkan sumber PAD terbesar. Tidak hanya bertahan pada minyak atsiri kayu putih, KPH Yogyakarta melakukan intensifikasi pemanfaatan HHBK.  Balai KPH Yogyakarta tengah merintis madu hutan dan ulat sutera. Meskipun masih skala kecil produk madu dan kokon memperlihatkan tahapan yang meningkat. .
       Asia Pasific Rainforest Summit merupakan agenda yang diadakan oleh CIFOR dan Kementrian LHK dalam rangka mendiskusikan arah kebijakan pelestarian hutan hujan tropis di dunia. Tahun ini adalah kali ketiga acara tersebut diadakan dan diselenggarakan di Provinsi Yogyakarta. Salah satu rangkaian agenda APRS ialah adanya pameran oleh beberapa instansi lingkup KLHK.  Pameran berlangsung selama 2 hari dari tanggal 23-24 April 2018. Peserta Asia Pasific Rainforest Summit mencakup 40 negara dengan jumlah peserta kurang lebih 1200 orang. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Yogyaakrta difasilitasi boothstand untuk menampilkan produk hasil hutan. Dengan kesempatan tersebut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Yogyakarta mempresentasikan beberapa produk unggulan yang dimiliki. Selain menyediakan produk HHBK terdapat pula beberapa leflet tentang contoh pengelolaan hutan di Yogyakarta. Adanya leflet dapat membantu peserta untuk mendapatkan gambaran tentang pengelolaan hutan di Yogyakarta.
       Boothstand Dishutbun Yogyakarta cukup menarik jumlah pengunjung. Mereka tertarik melontarkan beberapa pertanyaan terkait kelola hutan. Adapun pengunjung yang membeli produk- produk HHBK seperti minyak kayu putih dan madu. Hasil penjualan dari pameran akan diberikan kepada kelompok tani hutan binaan dimana produk yang ditampilkan merupakan produksi dari mereka. Pihak Dishutbun membantu memberikan fasilitasi dalam memperkenalkan produk kelompok tani binaan ke masyarakat. Keselarasan peran antar stakeholder seperti yang dilakukan oleh UPT maupun UPTD pemerintah akan mampu meningkatkan pamor dan nilai jual HHBK dalam membantu pertumbuhan ekonomi masyarakat. 

Gambar 1. BoothStand Dishutbun DIY
Gambar 2. Minyak Kayu Putih
Gambar 3. Madu Hutan

Gambar 4. HHBK Teh Murbei dan Teh Rosela

Gambar 5. HHBK Jamu

Gambar 6. Facial Cocoon 

 Gambar 7. Souvenir Pensil Cocoon Ulat Sutera

Gambar 8. Aneka Produk HHBK KPH Yogyakarta





Continue reading Pameran Produk Dishutbun DIY di Acara Asia Pasific Rainforest Summit