Senin, 23 September 2019

Bumdes Bangun Kencana Wisata Ngingrong

     Pada bulan Februari 2019, Dinas LHK telah meresmikan 3 Bumdes dalam kerja sama pemanfaatan hutan di wilayah hutan negara DIY. Salah satu Bumdes yang telah melakukan perjanjian kerja sama adalah Bumdes Bangun Kencana. Bumdes Bangun Kencana sendiri merupakan Bumdes yang telah berjalan cukup lama yang kemudian menambah unit usaha Wisata Alam Ngingrong. Pengajuan kerja sama wisata Ngingrong ditujukan kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang kemudian di arahkan kepada KPH Yogyakarta sebagai fasilitatornya. Syarat yang perlu dipenuhi dalam pengajuan kerjasama adalah menyerahkan proposal yang berisi rancangan kegiatan wisata dan beberapa administrasi lainnya.  Berdasarkan wawancara langsung dengan Pak Suwarno selaku Ketua unit usaha Wisata Alam Ngingrong, beliau mengatakan bahwa syarat pengajuan kerja sama cukup mudah dipenuhi, pelayanan dari DLHK dan KPH Yogya cepat dan kompeten, serta tidak ada punguntan apapun selama proses pengajuan kerjasama.
     Goa Ngingrong yang dikerjasamakan seluas 6.14 ha berada di petak 156, RPH Mulo, BDH Paliyan. Letak administratif berada Desa Mulo, Kec. Paliyan, Kab. Gunungkidul, DIY. Keberadaan Wisata Alam Ngingrong mampu mengakomodir penyerapan tenaga kerja masyarakat setempat yang terdiri dari 18 pemandu, 2 petugas parkir dan 28 pedagang. Daya tarik yang dimiliki Wisata Goa Ngingrong yaitu Goa Kars yang terbentuk dari proses alami penggerusan batuan kars ke dalam bumi dan merupakan salah satu dari 16 Geosite Gunung Sewu di Gunungkidul. Pengembangan Wisata ini mendapatkan dukungan yang besar dari Pemda Gunungkidul dan Dinas Pariwisata. Fasilitas penunjang kenyamanan wisata yang tersedia pun sudah memadai diantaranya aula, tempat duduk bersantai, warung, toilet, listrik, dan penerangan. Atraksi wisata yang disediakan yaitu flyingfox, susur goa, area tracking.
     Wisata Alam Goa Ngingrong cepat ramai pengunjung karena didukung oleh letaknya yang strategis di Jalan Raya Tepus-Mulo. Pengunjung yang datang yakni pengendara yag bersinggah untuk transit, wisatawan pantai Gunungkidul, dan masyarakat setempat. Untuk menarik kedatangan pengunjung, pengelola mengangkat tema budaya jawa seperti mengadakan pentas wayang, campur sari, karawitan dan jatilan. Kemudian setiap akhir pekan diadakan pasar minggu yang menyajikan jajanan tradisional serta kegiatan senam rutin. Selain sebagai tempat wisata, Ngingrong juga dimanfaatkan sebagai media pembelajaran pelajar maupun mahasiswa tentang geologi dan sejarah.
    Selama kurang lebih enam bulan berjalan, pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan Wisata Ngingrong sudah cukup baik. Namun ada kendala yang masih perlu diatasi yakni belum berjalannya penarikan retribusi tiket masuk yang disebebakan oleh area wisata yang masih open acces sehingga pengunjung dapat masuk dari banyak spot. Oleh karena itu, diperlukan pemberian batas seperti pagar untuk membuat pengunjung melewati satu pintu masuk. 

DOKUMENTASI

Gambar 1. Goa Ngingrong

Gambar 2. Aula


Gambar 3. Tempat Berteduh


Gambar 4. Warung Makanan



Gambar 5. Tracking Area


Continue reading Bumdes Bangun Kencana Wisata Ngingrong

Rabu, 31 Juli 2019

Budidaya Lebah Madu KTH Sekar Sari Seto di KPH Yogyakarta


A.    Profil
Balai KPH Yogyakarta telah melakukan pembinaan dan pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) salah satunya dalam kegiatan budidaya lebah madu. Pada tahun 2018, KPH Yogyakarta difasilitasi oleh BPHP unit VII Denpasar mengadakan pengembangan kelompok budidaya lebah madu. Kelompok Tani Hutan Sari Sekar Seto (KTH SSS) yang berada di RPH Kepek BDH Playen merupakan salah satu dari dua kelompok budidaya madu yang diberikan pendampingan dan pelatihan. Jumlah anggota KTH SSS  kurang lebih 28 anggota dan fokus pada budidaya lebah Apis Cerana. Selama kegiatan budidaya KTH SSS tidak lepas dari pendampingan langsung oleh personil di RPH Kepek.
B.     Apa itu Madu ?
Madu dikenal sebagai bahan pangan yang dipercaya bagus untuk kesehatan tubuh. Lebah madu mengambil nektar dan serbuk sari untuk dijadikan sebagai makanan dan sebagian disimpan untuk cadangan makanan. Cadangan makanan lebah tersebutlah yang dipanen manusia. Secara umum rasa madu didominasi manis karena kandungan fruktosa-nya yang tinggi.
Tabel 1. Analisis Kandungan Madu
Fruktosa
: 38.2%
Glukosa
: 31.3%
Maltosa
: 7.1%
Sukrosa
:1.3%
Air
:17.2%
Gula
: 1.5%
Abu
:0.2%
Lain-lain
:3.2%

C.    
Lebah Apis Cerana
Lebah Apis cerana diduga berasal dari dataran asia dan menyebar ke asia timur hingga jepang. Lebah cerana atau lebah lokal mudah ditemui di bunga-bunga sekitar rumah bahkan bersarang di dalam rumah atau tempat-tempat yang teduh. Klasifikasi lebah madu secara umum dapat dilihat sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthropoda
Kelas               : Insecta
Ordo                : Hymenoptera
Famili              : Apidae
Bangsa            : Apini
Genus              : Apis
Spesies            : Apis Cerana
Gambar 1. Morfologi Umum Lebah
Struktur morfologi lebah cerana sama dengan morfologi lebah pada umumnya. Tubuh terdiri dari tiga bagian utama yaitu kepala (caput), dada (thorax) dan perut (abdomen).  Pada bagian kepala terdapat ciri rambut yang melindungi mata majemuk panjang dan berdiri, rambut tersebut berfungsi untuk mengambil pollen dari bunga,  scutellum (bagian belakang dari dada/thorak) berbentuk cembung, danada lobus  juga sebagai sayap belakang.  Lebah dewasa berwarna hitam dengan empat buah garis-garis kuning di bagian perutnya. 
D.    Sumber Pakan
Seperti mahkluk hidup lainnya, lebah bertahan hidup dengan adanya kesetersediaan sumber pakan. Lebah mengambil makanan berupa nektar dan pollen (serbuk sari) dari bunga maupun pangkal daun muda. Madu yang dipanen untuk dikonsumsi haruslah dari bunga yang tidak beracun. Jika madu menghisap nektar dan pollen dari bunga yang beracun maka madu yang dihasilkan juga beracun. Oleh karena itu, petani lebah harus mempunyai pengetahuan terhadap jenis-jenis tanaman yang dijadikan sumber pakan.
E.     Budidaya Lebah Madu
Kegiatan budidaya lebah terdapat 2 hal utama yang diperhatikan yaitu karakter lebah yang dibudidayakan dan ketersediaan sumber pakan. Lebah Apis cerana dipilih untuk di budidayakan karena mempunyai kelebihan mudah beradaptasi , mudah dicari koloninya, dan menghasilkan madu yang banyak. Di daerah Gunungkidul, koloni lebah cerana dapat ditemui di hutan, di dalam goa, di celah-celah batu, bahkan di sekitar rumah.
Ø  Ketersediaan Pakan
KPH Yogyakarta mempunyai potensi hutan kayu putih yang tinggi. Selama ini daun kayu putih dimanfaatkan untuk disuling menjadi minyak kayu putih. Ketersediaan bunga kayu putih yang melimpah dan berbunga sepanjang tahun dimanfaatkan sebagai sumber pakan budidaya lebah. Selain kayu putih terdapat pula beberapa jenis tanaman lainnya untuk diversifikasi sumber pakan. Bunga yang ditanaman yakni bunga yang cepat tumbuh dan mampu berbunga sepanjang tahun seperti bunga matahari, bunga kenikir, bunga celocia, bungga jengger ayam, dan beberapa jenis lainnya.serta terdapat tanaman jati dan rimba yang berada disekitar lokasi budidaya.
Gambar 2. Hutan Kayu Putih

Gambar 3. Stup Lebah

Gambar 4. Hutan Jati dan Rimba
Ø  Koloni Lebah
Lebah merupakan hewan yang selalu hidup berkoloni, rata-rata jumlah setiap koloni nya berkisar 60-70 ribu lebah. Di dalam sarang lebah terdapat lebah ratu, lebah pejantan, dan lebah pekerja. Setiap koloni lebah hanya ada satu lebah ratu dan jika di dalam satu koloni terdapat dua lebah ratu maka keduanya akan saling membunuh untuk mendapatkan kedudukan sebagai ratu. Lebah pejantan bertugas untuk membuahi lebah ratu. Jumlah lebah jantan harus dikendalikan minimal 10% dan maksimal 20% dari jumlah lebah di tiap koloni. Jika populasi lebah jantan terlalu banyak akan mengurangi jumlah madu yang dapat dipanen. Oleh karenanya, ketika lebah pejantan melebihi batas disarankan untuk mengurangi jumlahnya. Lebah pekerja bertugas menjaga koloni dan berkerja mencari nektar dan pollen. Di dalam koloni tidak ada batasan jumlah lebah pekerja karena semakin banyak lebah pekerja semakin banyak madu yang dihasilkan. 
Gambar 5. Koloni Lebah

Gambar 6. Pemindahan Koloni Lebah

Ø  Cuaca dan Musim
Lebah cerana termasuk lebah yang tidak terlalu tahan panas. Karena lokasi budidaya dilakukan di Gunungkidul yang cucanya tergolong panas maka dibutuhkan stup lebah yang cukup besar agar lebah tidak sumpek atau panas di dalam stup. Masalah tata waktu budidaya juga perlu diperhatikan. Pada bulan April- Juli merupakan bulan transisi dari musim panas ke musim penghujan yang mana masa bukan musim bunga atau disebut bulan paceklik madu. Jika terjadi kelangkaan sumber pakan, untuk mencegah lebah berpindah / menjaga keutuhan koloni dapat disiasati dengan pemberian makan tambahan berupa air gula maupun air tebu. Madu yang dihasilkan dari pemberian pakan berupa air gula maupun air tebu tidak disarankan untuk dipanen atau dikonsumsi. Hal tersebut dikarenakan madu tersebut bukan madu murni.
Ø  Predator
Salah satu gangguan dalam berbudidaya lebaah madu adalah hama predator. Adapun jenis hewan penggangu yang menyerang lebah cerana di KTH SSS antara lain: kupu-kupu, cicak, capung, tawon pelang, kecoak, dan semut angkrang. Hama tersebut mengganggu madu dan juga larva lebah. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi hama pengganggu yaitu: pemeriksaan rutin stup, pemberian lem pada penyangga stup untuk menangkap hama yang merayap dari tanah, melakukan pemberantasan maupun mengusir hama yang mendekat seperti capung dan tawon pelang, serta menjaga kebersihan stup.
Ø  Produk Madu
Proses budidaya KTH SSS mengutamakan kualitas madu yang diproduksi. Lokasi budidaya dijaga kebersihannya dan jauh dari polusi (asap kendaraan maupun asap rokok). Terdapat dua proses pasca panen untuk madu yang dijual yakni:
1. Madu tiris adalah madu yang dipanen dari hasil penirisan langsung. Sarang madu dipotong dari sisir kemudian diposisikan terbalik agak madu menetes. Madu tiris dikategorikan madu kualitas I dan mempunyai fungsi untuk penyembuhan dan menjaga stamina. 
2. Madu kukus adalah sisa sarang yang telah ditiris madunya kemudian dikukus. Sisa sarang madu dimasukkan kedalam plastik kemudian direbus ke dalam air mendidih. Lilin dan kotoran akan mengendap pada bagian atas plastik sedangkan madu akan berada dibawahnya. Madu kukus dikategorikan sebagai kualitas II yang berfungsi untuk menjaga stamina.
Gambar 7. Penirisan Madu

Gambar 8. Produk Madu SSS
F.     Potensi Pasar Budidaya Lebah madu
Tingkat konsumsi madu masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Namun, untuk mencukupi kebutuhan madu masih dilakukan impor berkisar 1500-2000 ton/ tahun. Produksi madu dalam negeri ditopang dari hasil madu hutan dan madu budidaya. Budidaya lebah madu sebenarnya kegiatan yang rendah modal, biaya pemeliharaan, serta tenaga. Berbeda dengan hewan ternak lain, lebah mencari mampu mencari pakan sendiri dan setiap 20-30 hari madu sudah siap dipanen. Apabila produksi madu tinggi dan kualitasnya baik diharapkan dapat meningkatkan tingkat konsumsi madu masyarakat, memangkas biaya impor madu dan Indonesia mampu menjadi negara pengekspor madu.



Continue reading Budidaya Lebah Madu KTH Sekar Sari Seto di KPH Yogyakarta

Jumat, 12 Juli 2019

Kerja Sama Jati Unggul Nusantara (JUN) di KPH Yogyakarta

     Kebutuhan kayu mengalami peningkatan seiring pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat. Salah satu jenis kayu yang digemari masyarakat adalah Jati. Kayu jati mempunyai mutu kayu yang tinggi dan menjadi primadona kayu pertukangan khususnya di Pulau Jawa. KPH Yogyakarta mempunyai hutan jati seluas 6.161 ha yang tersebar di hutan lindung seluas 979 ha dan hutan produksi seluas 5.182ha. Dalam rangka meningkatkan produktivitas kayu jati, Dinas Kehutanan dan Perkebunan bekerjasama dengan PT Surya Silva mataram untuk mengembangkan Jati Unggul Nusantara (JUN).
     Jati JUN merupakan varietas jati yang diperoleh dari seleksi klon-klon jati unggul menggunakan seleksi DNA. Bioteknologi Jati Jun dilakukan dengan sistem perakaran sehingga menghasilkan akar tunjang majemuk. Keunggulan jati jun dibanding jati alam adalah varietas jati jun cepat tumbuh , kokoh dan dapat dipanen mulai umur 5 tahun. Pada umur yang sama, diameter jati Jun lebih besar dibandingkan dengan Jati Konvensional. PT SSM membangun lokasi persemaian yang berada di di Dusun Ketangi, Banyusoco, Playen, Gunungkidul, Yogyakarta. 
     Kerja Sama penanaman Jati Jun dimulai tahun 2010 yang tertuang dalam dokumen kerja sama No.119/ 21370 tentang pembangunan hutan tanaman jati melalui inovasi silvikutur intensif dan water management. Jangka waktu kerja sama berlangsung selama 35 tahun dengan target penanaman maksimal seluas 1000ha. Kesepakatan pola pemanenan pada tahun pertama bagi hasil yang diterapkan ialah 65% untuk PT SSM, 25% untuk Dinas Kehutanan dan Perkebunan, dan 10% untuk Masyarakat. Pada tahun kedua pola bagi yang diterapkankan yaitu 50% untuk PT SSM, 30% untuk Dinas Kehuanan dan Perkebunan, dan 20% untuk Masyarakat. Pola pada tahun kedua berubah karena PT SSM tidak melakukan penanaman bibit karena bibit yang digunakan dari hasil terubusan. 
     Penanaman Jati JUN pertama kali dilakukan pada petak uji coba yaitu petak 95 dan petak 96 seluas 30 ha yang berada di petak RPH Menggoro, BDH Paliyan. Hingga saat ini tahun 2019 telah dilakukan penanaman seluas 311 ha dari target maksimum seluas 1000ha. Penanaman Jati Jun tersebar pada beberapa RPH yang berada di BDH Paliyan dan Playen. 

     
DOKUMENTASI

 Gambar 1. Jati JUN Petak 95

Gamabr 2. Jati Jun Petak 95 dan Petak 96

Gambar 3. Tegakan Jati Jun

Gambar 4. Kayu Jati Jun Umur 5 Tahun

Gambar 5. Jati Jun Umur 5 Tahun


    




Continue reading Kerja Sama Jati Unggul Nusantara (JUN) di KPH Yogyakarta

Rabu, 19 Juni 2019

Dampak Sosial Ekonomi Wisata Hutan Pinus Mangunan

     Pemberdayaan diartikan sebagai proses pembangunan sumber daya manusia (SDM)/ masyarakat itu sendiri dalam bentuk penggalian kemapuan pribadi, kreaktifitas, kompetensi dan daya pikir, serta tindakan yang lebih baik dari sebelumnya. Pemberdayaan masyarakat penting dilakukan untuk mendongkrak kemampuan masyarakat terutama masyarakat miskin dan termaginalkan. Masyarakat didorong untuk mandiri, memiliki kesadaraan potensi, dan terlatih. Ujung dari proses pemberdayaan akan bermuara pada peningkatan kelas masyarakat baik secara sosial dan ekonomi. Daerah sekitar hutan merupakan salah satu daerah yang dikenal sebagai kantong kemiskinan di Indonesia. Masyarakat sekitar hutan memiliki ketergantungan yang kuat pada hutan untuk memenuhi kebutuhannya hidup. Mereka memerlukan pemberdayaan yang intensif untuk meningkatkan taraf hidupnya.
     Pemberdayaan telah dilaksanakan di kawasan hutan KPH Yogyakarta secara bersinergi dengan masyarakat. Contoh bentuk pemberdayaan di KPH Yogyakarta yang berhasil dapat dilihat dari kegiatan jasa lingkungan wisata alam hutan Pinus Mangunan (https://tehdanubi.blogspot.com/2018/07/cerita-hutan-wisata-alam-hutan-pinus.html). Hutan Pinus Mangunan (Wana Wisata Mangunan) berlokasi di Kawasan hutan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Mangunan, Bagian Daerah Hutan (BDH) Kulon Progo-Bantul. Letak administratif berada di Desa Mangunan, Kec. Dlingo, Kab. Bantul, Prov. D.I Yogyakarta.
     Sebelum adanya wisata hutan Pinus Mangunan yakni pada tahun 2011-2014 masyarakat sekitar hutan bermata pencaharian sebagai penyadap getah pinus dan petani. Terdapat kurang lebih 87 KK yang tergabung dalam anggotan KTH (kelompok tani hutan) sebagai tenaga penyadap pinus. Upah sadap yang diterima oleh tenaga sadap sebesar Rp 2.600,-/Kg. Dari hasil bertani dan sebagai tenaga sadap getah, masyarakat sekitar hutan Pinus Mangunan berpenghasilan kurang lebih Rp 500.000 - Rp 800.000 per bulan. Seiring dengan kondisi ekologi tegakan pinus yang sudah berumur tua, maka kegiatan penyadapan dihentikan. Tegakan pinus yang sudah tua terjadi penurunan potensi getah dan jika dipaksakan tetap sadap tegakan pinus akan cepat mati. Selain itu biaya operasional dengan pendapatan dari sadapan tidak proporsional.
     Masyarakat yang sudah bergantung pada hasil hutan pinus diberikan solusi agar tetap ikut berpartisipasi dalam mengelola hutan. Oleh karena nya, muncullah inisiasi mewujudkan pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam hutan Pinus Mangunan. Selama tahap perkembangan wisata hutan Pinus Mangunan, KPH Yogyakarta memberikan pendampingan yang intensif. Pendampingan tersebut diantaranya mengakomodir regulasi pengelolaan hutan untuk jasa wisata alam di D.I Yogyakarta, mengawasi agar pengelolaan wisata tidak keluar dari regulasi yang ada, memberikan peningkatan kapasitas masyarakat (kelembagaan), peningkatan keterampilan, pemberian bantuan sarana dan prasarana pendukung.
      Selama perkembangannya hingga saat ini, wisata hutan Pinus Mangunan terdiri 9 lokasi wisata dan dikelola oleh 7 operator KTH yang ternaung pada Koperasi Notowono. Kesepakatan dalam hal pendapatan dari pengelolaan wisata alam Pinus Mangunan menerapkan sistem bagi hasil yang didasarkan pada Perjanjian Kerja Sama antara Dinas LHK DIY dengan Koperasi Notowono. Proporsi bagi hasil yang diterapkan yakni 75% untuk masyarakat dan 25% untuk Pemda. Total pendapatan pada tahun 2018 (periode januari-desember) yang telah masuk sebesar Rp 9.042.413.000 yang terinci untuk masyarakat sebesar  Rp 6.781.809.750,- dan untuk PAD Pemda sebesar Rp. 2.260.603.620,-.

Gambar 1. Diagram Jumlah Pengunjung Wana Wisata Mangunan Tahun 2018

     Keberadaan wisata Pinus Mangunan berdampak signifikan pada peningkatan kesejahteraan masyakarakat sekitar hutan. Di dalam kawasan wisata, masyarakat diberikan akses untuk bekerja menjadi operator dan melakukan wiraswasta. Dampak wisata Mangunan dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Langsung
a. Penyerapan tenaga kerja sejumlah 544 orang sebagai pengelola wisata
b. Peningkatan kesejateraan dalam aspek pendapatan yang sebelum adanya wisata pendapatan berkisar Rp 300.000 - Rp 800.000 per bulan. dan setelah adanya wisata meningkat menjadi Rp 1.500.000 - Rp 3.500.000 per bulan.
c. Membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat non pengelola (jasa kuliner dan jasa foto)
2. Tidak Langsung
a. Munculnya desa-desa wisata (munculnya wisata baru di sekitar Pinus Mangunan)
b. Munculnya usaha-usaha pendukung wisata (homsestay, tour and travel, jasa akomodasi, dll)
3. Dampak Ikutan
a. Kegiatan wisata berdampak pada peningkatan kunjungan/ penggunaan sarana transportasi, penginapan, kuliner dan cinderamata diluar daerah Wisata Pinus Mangunan.
b. Meningkatnya pemahaman masyarakat untuk menjaga hutan
c. Memberikan pemahaman masyarakat bahwa hasil hutan tidak hanya kayu melainkan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan


DOKUMENTASI

Gambar 2. Spot Foto di Pengger

Gambar 3. Kunjungan di Pinussari

Gambar 4. Sosialisasi masyarakat dari KPH Yogyakarta

     
     

Continue reading Dampak Sosial Ekonomi Wisata Hutan Pinus Mangunan

Minggu, 12 Mei 2019

Taksasi Daun Kayu Putih KPH Yogyakarta

     Minyak kayu putih merupakan produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) utama yang diproduksi oleh Balai KPH Yogyakarta. Hutan kayu putih di KPH Yogyakarta tersebar di 4 Bagian Daerah Hutan (BDH) yakni BDH Playen, BDH Paliyan, BDH Panggang dan BDH Karangmojo. Luas hutan kayu putih mencakup luasan  ± 4.118,1 yang berada di hutan produksi seluas 3.831 ha dan hutan lindung seluas 286 ha. Dalam proses pembuatan minyak kayu putih, Balai KPH Yogyakarta mempunyai dua pabrik penyulingan kayu putih yaitu Sendangmole dan Gelaran.
     Proses penyulingan berlangsung mulai Bulan April hingga akhir tahun. Daun kayu putih dirimbas untuk memenuhi kebutuhan daun yang dimasak sesuai dengan Rencana Teknik Tahunan (RTT). Kegiatan pemungutan daun didasarkan pada hasil taksasi daun kayu putih. Taksasi daun kayu putih merupakan kegiatan untuk menakar kuantitas dan kualitas daun kayu putih di tiap petak hutan kayu putih. Kuantitaas daun dilihat daun dilihat dai banyaknya / rimbunnya daun di tiap pohon, serta jumlah pohon yang ada dalam PU. Sedangkan kuanlitas daun dilihat dari warna daun tidak pucat (hijau segar), pertumbuhan tanaman baik, tidak terserang penyakit. Dari hasil taksasi daun digunakan sebagai dasar penentuan lokasi rimbasan dan kemampuan lokasi untuk dipungut daunnya.
     Pada Bulan Maret 2019, KPH Yogyakarta melaksanakan kegiatan taksasi daun kayu putih yang di fokuskan di BDH Karangmojo. Lokasi RPH yang di taksasi ialah RPH Kenet, Gelaran, Nglipar, dan Candi. Metode invetarisasi pengambilan sample daun menggunakan Uniform Strip Sampling (USS) dengan Intesitas Sapling (IS) sebesar 2.5%. Luas petak ukur (PU) tiap sample sebesar 0.1 ha yang berbentuk lingkaran dengan jari-jari 17.8m. Titik koordinat PU dibuat menggunakan ArcGis sesuai dengan metode inventarisasi USS. Titik koordinat tersebut kemudian dimasukan ke dalam GPS. Setelah GPS sudah masukan data koordinat, tenaga lapangan siap untuk menuju lokasi PU di tiap RPH dan mencatat data yang telah diambil pada tally sheet. Adapun kegiatan pengambilan data adalah sebagai berikut:
1. Mencatat titik koordinast PU
Titik PU boleh dilakukan penggeseran titik jika titik PU sesuai GPS medannya tidak memungkinkan untuk diambil datanya. Titik PU baru tersebut harus dimasukan ke GPS dan diberikan keterangan pada tally sheet.
2. Katagori berat daun
Mengategorikan berat daun pada tanaman kayu putih dalam 3 kategori yaitu gemuk, sedang, dan ringan. Setelah melakukan pemilahan kemudian mencari satu sample tanaman yang paling berat daunnya, sedang daunnya , dan ringan daunnya. Kemudian sample-sample tersebut dirimbas dan ditimbang masing-masing berat daunnya. Kegiatan perimbasan untuk mengukur berat daun tidak perlu dilakukan di semua PU. Tenaga lapangan cukup melakukan penaksiran berat daun di PU lain berbekal dari PU yang telah dirimbas daunnya.
3. Menghitung jumlah tanaman
Menghitung jumlah tanaman tayu putih per kategori berat, sedang, ringan, yang ada di dalam PU.
3. Mengidentifikasi jenis tanaman tumpangsari
4. Mengidentifikasi dan mencatat keadaan wilayah
5. Menghitung jumlah tanaman sulaman
6. Mengidentifikasi dan mencatat keterangan tambahan yang perlu disampaikan terkait PU yang ditaksasi.
Dokumentasi 

Gambar 1. Peta RPH Kenet Petak 39

Gambar 2. Merimbas sample tanaman untuk kategori berat daun
Gambar 3. Menimbang berat daun yang dirimbas

Gambar 4. Contoh hasil timbangan berat daun

Gambar 5. Tanaman tumpangsari

Gambar 6. Tanaman kayu putih

Gambar 7. Contoh tally sheet taksasi kayu putih













Continue reading Taksasi Daun Kayu Putih KPH Yogyakarta

Senin, 15 April 2019

Wisata Alam Klayar Yogyakarta

     Balai KPH Yogyakarta membuka akses untuk mengakomodir perhutanan sosial melalui skema kerja sama. Peraturan tentang kerja sama pemanfaatan hutan di KPH termuat dalam P.49/MenLHK/SETJEN/KUM.1/9/2017. BumDes Murakabi salah satu BumDes yang mengajukan permohonan kerjasama pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi KPH Yogyakarta. Pengesahan kerjasama antara KPH Yogyakarta dan BumDes Murakabi telah terlaksana pada 7 Februari 2019. Selain Bumdes Murakabi terdapat 2 Bumdes lain yang melakukan penandatanganan kerjasama pemanfaatan hutan di kawasan hutan KPH Yogyakarta. 
     Bumdes Murakabi dibentuk pada tahun 2018 dan telah beranggotakan 30 orang dengan Bapak Riyanto sebagai ketua BumDes. BumDes Murakabi mengajukan pengelolaan wisata jasa lingkungan bernama Wisata Alam Klayar seluas 9.95 Ha yang berada di petak 39, 47, dan 49 RPH Kenet, BDH Karangmojo .Letak administratif wisata klayar berlokasi di Desa Kedungpoh, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul.
     Wisata alam klayar termasuk wisata yang sedang berkembang di kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta. Obyek wisata yang diunggulkan dari wisata klayar ialah aliran anak sungai yang dimanfaatkan untuk wisata air. Pengelola telah menyediakan beberapa kapal yang disertai jaket pelampung untuk digunakan menyusuri anak sungai. Selain obyek air, wisata klayar pun memberikan suguhan pemandangan yang menarik. Pengunjung dapat menikmati suasana bersantai dan meliahat pemandangan ditepian sungai. Di dalam kawasan wisata klayar juga terdapat peninggalan purbakala yang disebut situs sokoliman. Situs Sokoliman tersebut berupa susunan dari batu-batuan purbakala di kawasan tepi sungai oyo yang di berasal dari masa megalitikum.
    Sarana dan prasarana yang disediakan wisata klayar sudah baik. Fasilitas mushola, warung makan, aula pertemuan, tempat bersantai, kamar mandi, serta kebersihan wisata telah di kelola dengan baik. Tiket masuk untuk berwisata ke Wisata Alam Klayar juga sangat terjangkau yakni sebesar Rp 3000/ orang. Oleh karenanya, penjunjung yang datang ke wisata klayar dipastikan dapat berwisata dengan nyaman dan menyenangkan. Sejak dibukanya wisata klayar setelah disahkannya kerjasama dengan KPH Yogyakarta, pengunjung yang datang ke wisata klayar dapat dikatakan cukup ramai.
Berikut adalah data jumlah pengunjung wisata klayar 
Minggu 1 : 170 org
Minggu 2 : 107 org
Minggu 3 : 343 org
Minggu 4 : 207 org
Minggu 5 : 100 org
     Pengunjung di wisata klayar masih mengalami fluktutif. Sebagai wista yang baru berkembang, wisata klayar perlu untuk melakukan promosi yang gencar lewat media sosial maupun acara-acara. Diharapkan semakin banyak pengunjung yang datang menikmati wista klayar sehingga dapat membantu meningkatkan sosial ekonomi masyarakat sekitar tanpa melakukan perusakan terhadap hutan.
  
Dokumentasi


Gambar 1. Pintu Masuk Wisata Klayar

Gambar 2. Anak Sungai Oyo


Gambar 3. Situs Sokoliman


 
Gambar 4.Pemandangan di Wisata Klayar

Gambar 5. Tiket Wisata Klayar

Continue reading Wisata Alam Klayar Yogyakarta

Selasa, 12 Maret 2019

Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan Hutan Antara Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi D.I Yogyakarta dengan Kelompok Masyarakat

     Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan Hutan
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan D.I Yogyakarta

Penandatanganan kerja sama pemanfaatan kawasan hutan antara Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi D.I Yogyakarta dengan kelompok masyarakat telah diselenggarakan pada Kamis, 7 Februari 2019 di Ruang Rapat A Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Acara tersebut dihadiri oleh Kepala Dinas LHK Provinsi DIY beserta jajarannya, Kepala Balai KPH Yogyakarta beserta jajarannya, Kepala Biro Perencanaan KLHK, BumDes Murakabi, BumDes Jati Lestari, BumDes Bangun Kencana, dan Koperasi Notowono.
Terdapat tiga Badan Usaha Milik Daerah (BumDes) yang melakukan penandatanganan kerja sama dan satu koperasi yang melakukan pembaharuan perjanjian kerja sama. Adapun bentuk kerja sama pemanfaatan kawasan hutan dimaksudkan untuk :
1. BumDes Murakabi
Mengajukan pemanfaatan hutan di Klayar RPH Kenet BDH Karangmojo untuk tujuan wisata alam
2. BumDes  Bangun Kencana
Mengajukan pemanfaatan hutan wisata alam dengan spot utama yaitu Goa Ngingrong yang berada di RPH Mulo BDH Paliyan
3. BumDes Jati Lestari
Mengajukan pemanfaatan hutan dengan tujuan rest area yang berada di RPH Candi BDH Karangmojo
4. Koperasi Notowono
Mengajukan perpanjangan kerja sama pemanfaatan hutan dengan tujuan wisata alam yang berada di RPH Mangunan BDH Kulon Progo-Bantul
Penandatanganan kerja sama dimaksudkan sebagai bentuk legalisasi dan landasan hukum pemanfaatan hutan oleh masyarakat. Susunan acara yang dilaksanakan pada acara penandatanganan kerja sama diantaranya:
1. Pembukaan acara oleh Kepala Balai KPH Yogyakarta
2. Penandantanganan Perjanjian Kerja Sama
3. Sambutan dari Kepala Biro Perencanaan KLHK
4. Sambutan dari Kepala Dinas DLHK
5. Doa bersama
6. Pengabdian momen dengan foto bersama
     Dalam sambutannya Kepala Biro Perencanaan KLHK mengungkapkan bahwa perjanjian kerja sama yang telah dilakukan merupakan bentuk dari penerapan P.49/MenLHK/Setjen/Kum.1/9/2017 tentang Kerja Sama Pemanfaatan hutan di KPH. Diperlukan perubahan pola pikir mengenai  "Hutan Lestari, Masyarakat Sejahtera". Sesuai perkembangan jaman slogan tersebut sulit untuk diterapkan lagi maka yang lebih tepat ialah Masyarakat Sejahtera, Hutan Lestari. Kerja sama KPH Yogyakarta dengan Bumdes dan Koperasi dalam rangka pengelolaan hutan lestari yang meliputi 3 hal pokok yaitu pendapatan masyarakat meningkat, konflik masyarakat dengan hutan menurun, serta menjaga ekosistem hutan. Harapan dari Kepala Biro Perencanaan KLHK ialah bertambahnya kelompok masyarakat baik dalam bentuk BumDes maupun Koperasi yang mengajukan kerja sama dengan instansi kehutanan.
     Kepala Dinas LHK juga mengutarakan beberapa hal terkait acara penandatangan perjanjian kerja sama yang terselenggara. Beliau mengungkapkan bahwa pencapaian kelesatarian hutan di Provinsi Yogyakarta tidak luput dari dukungan banyak pihak.  Dinas LHK berkerja bersama untuk memberikan kontribusi yang nyata dalam mendukung kelestarian hutan Yogyakarta dalam aspek wisata, budaya dan pendidikan. Kepala Dinas LHK juga menampik tanggapan bahwa Dinas LHK 'bagi-bagi lahan'. Ungkapan yang lebih tepat ialah Dinas LHK menjalin kerja sama agar masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan menjadi bagian dalam pengelolaan hutan sesuai dengan hak dan kewajiban yang tertuang dan diatur dalam PKS. Di dalam PKS juga telah ditekankan bahwa tanggungjawab pengelola yang utama adalah untuk melestarikan hutan. Peredaran uang dari pengelolaan hutan pun telah diatur melalui sistem bagi hasil sesuai kesepakatan bersama. 
     Bukti dari manfaat PKS pemanfaatan hutan salah satunya terjadi di Kecamatan Dlingo Bantul yang dulunya merupakan wilayah kantong kemiskinan di Provinsi DIY. Setelah berjalannya kerja sama antara DLHK dengan Koperasi Notowono, kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Dlingo meningkat. Contoh lainnya ialah HKM Kalibiru Kabupaten Kulon Progo dengan bentuk perhutanan sosial yang mengacu pada P.83/MenLHK/Setjen/Kum.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial yang sebelumnya telah cukup lama berjalan dan menjadi salah satu HKM wisata alam yang sukses di Indonesia. Harapannya BumDes baru yang telah melaksanakan mengajukan kerjasama pemanfaatan hutan juga dapat sukses dalam melestarikan hutan serta membantu dalam kesejahteraan masyarakat sekitarnya.
     Setelah pemberian sambuatan, acara kemudian dilanjutkan dengan doa dan foto bersama antara Kepala Dinas LHK, Kepala Biro Perencanaan KLHK, Kepala Balai, Ketua Bumdes Jati Lestari, Ketua Bumdes Murakabi, Ketua Bumdes Bangun Kencana, dan Ketua Koperasi Notowono.
Dokumentasi
    
Gambar 1. Menyanyikan Lagu Rimba Raya

Gambar 2. Pembuakaan Acara Oleh Kepala Balai KPH Yogyakarta

Gambar 3. Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama 


Gambar 4. Penandatanganan Kerja Sama

Gambar 5. Sambutan dari Kepala Biro Perencanaan KLHK dan Kepala Dinas LHK Prov. Yogyakarta

 Gambar 5. Pengabdian Moment Dengan Foto Bersama










Continue reading Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan Hutan Antara Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi D.I Yogyakarta dengan Kelompok Masyarakat