Kamis, 26 Juli 2018
Senin, 16 Juli 2018
Kayu Putih : Proses Pemanenan Daun Kayu Putih
Kawasan hutan yang dikelola oleh Balai KPH Yogyakarta didominasi hutan tanaman jenis jati dan kayu putih. Luas tanaman kayu putih di wilayah KPH Yogyakarta mencapai ± 4.118,1 Ha yang berada di hutan produksi seluas 3.831 Ha dan hutan lindung seluas 286 Ha. Tegakan kayu putih tersebar di empat BDH yaitu BDH Playen, BDH Paliyan, BDH Karangmojo, BDH Panggang. Tegakan kayu putih telah sekian lama dibudidayakan sebagai bentuk pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. Di setiap tahunnya dilakukan panen daun kayu putih sebagai bahan utama menghasilkan minyak atsiri kayu putih. Proses pemanenan daun kayu putih terdiri dari dua tahap yaitu pangkas perdana dan pangkas panen. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut terkait proses pemanenan daun kayu putih:
Continue reading Kayu Putih : Proses Pemanenan Daun Kayu Putih
1. Pangkas Perdana
Pangkas perdana dilakukan pada tanaman kayu putih dengan usia minimal 5 tahun atau saat diameter batang pokok telah mencapai minimal 7 cm. Waktu yang tepat untuk pangkas perdana ialah saat musim kemarau. Pangkas perdana ditujukan untuk memperpendek tinggi tanaman sehingga mempermudah dalam pemungutan lanjutan. Pemangkasan dilakukan dengan cara memotong batang utama setinggi 110cm atau setinggi dada orang dewasa. Pemotongan menggunakan gergaji/ kapak yang seteril untuk mencegah luka pada batang tidak terkena bakteri atau kotoran yang dapat menghambat pertumbuhan trubusan daun. Arah potongan menghadap arah matahari dengan kemiringan potongan 45 derajat dan menghadap cahaya matahari bertujuan agar luka cepat kering dan cukup mendapatkan asupan cahaya matahari agar mempercepat pertumbuhan daun. Daun dari panen perdana digunakan dalam bahan baku penyulingan minyak. Sedangkan kayu dari pemanenan dijual karena masih bisa dimanfaatkan sebagai kayu bakar.
2. Pangkas Panen
Pangkas panen merupakan pangkas rutin yang dilakukan pada tekagan kayu putih yang telah dipangkas perdana untuk memperoleh daun kayu putih. Pangkas dilakukan bertahap mulai bulan Mei hingga Desember. Sebelum pelaksanaan pangkas terlebih dahulu dilakukan taksasi untuk mengetahui potensi daun di tiap-tiap petak. Potensi daun dilihat dari kerimbunan daun, warna daun yang sudah hijau tua menandakan kandungan minyak nya tinggi dan diameter cabang tunas baru minimal sudah berukuran 2 cm. Setelah ditentukan blok mana yang akan dipangkas kemudian petak-petak tersebut ditandai dengan patok bambu yang di cat merah dan ditempatkan di setiap sudut petak.
Terdapat dua cara dalam memangkas daun kayu putih. Pertama adalah rimbas habis dimana semua cabang dipanen. Kedua yaitu rimbas sebagian yang menyisakan 1 hingga 2 cabang untuk memastikan tanaman kayu putih tidak mati. Rimbas sebagian dikenakan pada tegakan kayu putih yang sudah berumur tua.
Tenaga kerja rimbas daun kayu putih adalah anggota kelompok tani hutan (KTH) yang mengelola petak kayu putih. Petani telah diberikan akses dengan melakukan tumpangsari di bawah tanaman pokok. Sebagai bentuk kerjasama maka disaat panen daun kayu putih anggota KTH yang menjadi tenaga rimbasnya. Petani sebagai tenaga rimbas tidak semata-mata tenaga gratis tetapi diberikan upah kerja. Sistem pengupahan yang diterapkan berbeda-beda di setiap RPH tergantung kebijakan di tiap lokasi. Secara garis besar sistem pengupahan yang diterapkan adalah upah borongan. Pengupahan dihitung berdasarkan muatan tiap truk. Truk sekali angkut memuat kurang lebih 140-150 ikat daun dan diberikan upah sebesar 200rb per angkut truk. Untuk menjaga kelancaran proses pemanenan, mandor produksi yang bertugas untuk mengawasi berjalannya proses panen.
Daun yang telah dipangkas dikumpulkan dan diletakkan di jalan produksi untuk dimuat oleh truk daun. Titik pengumpulan daun dipilih sesuai kesepakatan antara tenaga pungut dengan mantri/ mandor. Kesepakatan titik pengumpulan bertujuan agar tenaga pungut tidak meletakkan daun sembarangan dan jika tenaga pungut tidak meletakkan daun sesuai titik kumpul atau daun tidak bisa terambil oleh truk daun maka upah pungut tidak dibayarkan. Selanjutnya truk pengangkut daun akan mengantarkan daun ke pabrik penyulingan kayu putih gelararan dan pabrik sendangmole untuk diolah menjadi minyak kayu putih.
Kegiatan pemanenan daun kayu putih tidak luput dari adanya kendala. Beberapa kendala yang sering dihadapi antara lain:
1. Akses menuju jalan produksi
Jalan yang rusak adalah kendala berat bagi truk untuk mengakses lokasi kumpul. Jalan produksi di dalam hutan sulit ditempuh apalagi menggunakan kendaraan besar. Jenis tanah di daerah Gunung kidul adalah grumosol yang berciri tanah keras dan jika terkena air berteksur lempung. Selain itu di kawasan hutan terdapat bebatuan yang tajam dan dapat membuat ban truk bocor dan adapula lempengan batuan jika dalam keadaan lembab cenderung berlumut dan mampu membuat truk tergelincir.
2. Salah memperkirakan cuaca
Cuaca adalah faktor penting dalam pemanenan daun. Kegiatan panen dilakukan pada musim kemarau dan menghindari musim hujan. Saat hujan akan menggangu efektifitas pemanenan daun. Hujan juga memperburuk jalan produksi yang mengakibatkan truk dapat terjebak di lumpur maupun tergelincir.
3. Sosial budaya masyarakat setempat
Pangkas panen merupakan pangkas rutin yang dilakukan pada tekagan kayu putih yang telah dipangkas perdana untuk memperoleh daun kayu putih. Pangkas dilakukan bertahap mulai bulan Mei hingga Desember. Sebelum pelaksanaan pangkas terlebih dahulu dilakukan taksasi untuk mengetahui potensi daun di tiap-tiap petak. Potensi daun dilihat dari kerimbunan daun, warna daun yang sudah hijau tua menandakan kandungan minyak nya tinggi dan diameter cabang tunas baru minimal sudah berukuran 2 cm. Setelah ditentukan blok mana yang akan dipangkas kemudian petak-petak tersebut ditandai dengan patok bambu yang di cat merah dan ditempatkan di setiap sudut petak.
Terdapat dua cara dalam memangkas daun kayu putih. Pertama adalah rimbas habis dimana semua cabang dipanen. Kedua yaitu rimbas sebagian yang menyisakan 1 hingga 2 cabang untuk memastikan tanaman kayu putih tidak mati. Rimbas sebagian dikenakan pada tegakan kayu putih yang sudah berumur tua.
Tenaga kerja rimbas daun kayu putih adalah anggota kelompok tani hutan (KTH) yang mengelola petak kayu putih. Petani telah diberikan akses dengan melakukan tumpangsari di bawah tanaman pokok. Sebagai bentuk kerjasama maka disaat panen daun kayu putih anggota KTH yang menjadi tenaga rimbasnya. Petani sebagai tenaga rimbas tidak semata-mata tenaga gratis tetapi diberikan upah kerja. Sistem pengupahan yang diterapkan berbeda-beda di setiap RPH tergantung kebijakan di tiap lokasi. Secara garis besar sistem pengupahan yang diterapkan adalah upah borongan. Pengupahan dihitung berdasarkan muatan tiap truk. Truk sekali angkut memuat kurang lebih 140-150 ikat daun dan diberikan upah sebesar 200rb per angkut truk. Untuk menjaga kelancaran proses pemanenan, mandor produksi yang bertugas untuk mengawasi berjalannya proses panen.
Daun yang telah dipangkas dikumpulkan dan diletakkan di jalan produksi untuk dimuat oleh truk daun. Titik pengumpulan daun dipilih sesuai kesepakatan antara tenaga pungut dengan mantri/ mandor. Kesepakatan titik pengumpulan bertujuan agar tenaga pungut tidak meletakkan daun sembarangan dan jika tenaga pungut tidak meletakkan daun sesuai titik kumpul atau daun tidak bisa terambil oleh truk daun maka upah pungut tidak dibayarkan. Selanjutnya truk pengangkut daun akan mengantarkan daun ke pabrik penyulingan kayu putih gelararan dan pabrik sendangmole untuk diolah menjadi minyak kayu putih.
Kegiatan pemanenan daun kayu putih tidak luput dari adanya kendala. Beberapa kendala yang sering dihadapi antara lain:
1. Akses menuju jalan produksi
Jalan yang rusak adalah kendala berat bagi truk untuk mengakses lokasi kumpul. Jalan produksi di dalam hutan sulit ditempuh apalagi menggunakan kendaraan besar. Jenis tanah di daerah Gunung kidul adalah grumosol yang berciri tanah keras dan jika terkena air berteksur lempung. Selain itu di kawasan hutan terdapat bebatuan yang tajam dan dapat membuat ban truk bocor dan adapula lempengan batuan jika dalam keadaan lembab cenderung berlumut dan mampu membuat truk tergelincir.
2. Salah memperkirakan cuaca
Cuaca adalah faktor penting dalam pemanenan daun. Kegiatan panen dilakukan pada musim kemarau dan menghindari musim hujan. Saat hujan akan menggangu efektifitas pemanenan daun. Hujan juga memperburuk jalan produksi yang mengakibatkan truk dapat terjebak di lumpur maupun tergelincir.
3. Sosial budaya masyarakat setempat
Masyarakat di Yogyakarta masih sangat kental dengan aktivitas sosial budaya yang kuat. Kegiatan pemanenan akan berhenti sesaat ketika masyarakat sedang ada acara sosial budaya seperti: hajatan, rosulan, layat, dan berbagai acara lainnya.
Dokumentasi
Gambar 1. Rimbas Daun MKP
Gambar 2. Panen Daun MKP
Gambar 3. Angkut Daun MKP
Gambar 4. Muatan Truk Daun Kayu Putih
Kamis, 12 Juli 2018
Pengelolaan Hutan Pinus Mangunan Yogyakarta
Hutan itu identik dengan perpaduan antara sumberdaya alam biotik dan sumberdaya alam abiotik. Keberadaan hutan memberikan manfaat langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan makhluk hidup di bumi. Manfaat langsung yang dapat kita peroleh dari hutan berupa hasil hutan yang bisa dipungut seperti kayu, madu, sumber air, sumber tambang dan masih banyak lagi. Sedangkan manfaat tidak langsung dari hutan ialah menghasilkan oksigen, mencegah erosi, mengatur tata air, menjaga iklim, dan lainnya. Oleh karena itu, kita harus menjaga kelestarian hutan agar tetap lestari dan memberikan manfaatnya bagi kehidupan semua makluk hidup. Berbeda dengan keharusannya untuk menjaga hutan, dalam beberapa dekasi terakhir pengelolaan hutan di Indonesia menekankan pada hasil hutan kayunya sehingga terjadilah degradasi dan deforestasi yang sangat pesat. Luas hutan di Indonesia saat ini menduduki peringkat ke-9 dengan luas hutan 84.950 km², sekitar 46,46% wilayah Indonesia. Seiring Berjalannya waktu pemerintah mengupayakan solusi menghijaukan hutan di Indonesia dalam menekan laju kerusakan hutan.
Untuk memanfaatkan hutan sesuai dengan fungsinya hutan digolongkan menjadi tiga yaitu hutan konservasi, hutan produksi dan hutan lindung. Provinsi Yogyakarta memiliki kawasan hutan seluas 19.041 Ha yang terbagi oleh hutan konservasi, produksi dan hutan lindung. Hutan konservasi dikelola oleh BKSDA dan Balai Tahura kemudian hutan lindung dan hutan produksi diampu oleh Balai KPH Yogyakarta. Sesuai dengan upaya pemerintah dalam menekan kerusakan hutan, Balai KPH Yogyakarta melakukan kelola hutan dalam bentuk pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam. Pengelolaan hutan wisata alam dapat mempertahankan kondisi fisik hutan sekaligus memperoleh manfaat sosial dan ekonomi. Wisata alam mangunan adalah bentuk pemanfaatan hutan jasa lingkungan yang berlokasi di kawasan hutan RPH Mangunan, BDH Kulonprogo-Bantul KPH Yogyakarta. Sedangkan letak menurut administrasi wilayah berada di Desa Mangunan, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Luas wisata alam tersebut mencakup luasan 24,97 Ha dari 570,70 Ha total luas hutan lindung di RPH Mangunan.
Wisata alam mangunan mulai dirintis pada akhir tahun 2014. Kawasan ini merupakan hutan lindung yang didominasi oleh tegakan monokultur pinus (pinus merkusii) yang sudah berhenti disadap. Rimbunnya tegakan pinus dan didukukung iklim mikro yang dingin layak diusung untuk menjadi wisata alam yang prospektif. Sejalan dengan pengelolaan wisata alam harus disertai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Adapun beberapa peraturan yang diacu antara lain:
1. Permenhut No. 22 Tahun 2012 tentang pedoman kegiatan usaha pemanfaatan jasa lingkungan
2. Permenhut No. 31 Tahun 2016 tentang pedoman kegiatan usaha pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam pada hutan produksi
3. Perda DIY No. 7 Tahun 2015 tentang pengelolaan hutan produksi dan hutan lindung
4. Pergub DIY No. 5 Tahun 2018 tenang kerjasama pemanfaatan hutan produksi dan hutan lindung serta kerjasama dan perijinan pemanfaatan taman huan raya (Tahura)
Kualitas landscape yang tersaji di wisata alam mangunan sangatlah indah. Ketika berkunjung akan sangat memanjakan mata. Tegakan pinus mempunyai nilai estektik tersendiri yang mana pohonnya menjuntai tinggi, alur-alur batang nya yang terlihat jelas, bunga yang berbentuk unik yang dapat digunakan sebagai kerajinan, seresah daun yang berbentuk seperti jarum menumpuk di bagian dasar pohon. Selain menikmati panorama pinus pengunjung dapat menikmati beberapa obyek yang ada di dalam kawasan wisata. Wisata alam mangunan mengusung nilai budaya sebagai identitasnya sehingga wisata alam mangunan juga disebut sebagai wanawisata budaya mataram. Diharapkan dalam wisata tersebut selain melihat pemandangan alam, pengunjung juga dapat mengenal lebih dalam budaya mataram serta menjadi sarana pendidikan mengenal alam.
Adapun kegiatan yang dapat dilakukan di wisata alam mangunan antara lain:
1. Menikmati panorama alam
2. Spot Foto
3. Tempat acara/ pertemuan
4. Camping ground
5. Preweding
6. Jelajah alam
Berbekal hutan monokultur dengan tegakan pinus yang telah dikelola dengan baik menjadi bukti bahwa hasil hutan bukan kayu mampu memberikan nilai jual yang tidak kalah tinggi dibanding dengan hasil hutan kayu. Keanekaragaman hayati di dalam hutan masih terkandung potensi-potensi yang siap untuk diolah dan dikembangkan. Pengelolaan hutan haruslah tetap mempertahankan konsep "lestari" karena hutan merupakan warisan dari generasi ke generasi.
Senin, 02 Juli 2018
Wisata Alam Mangunan Yogyakarta
Wana Wisata
Budaya Mataram mulai dirintis oleh Balai KPH Yogyakarta pada akhir tahun 2014 sebagai
bentuk pemanfaatan jasa lingkungan. Dalam pengembangan wisata alam, KPH mengambil konsep perpaduan alam dengan budaya setempat. Provinsi Yogyakarta adalah satu dari dua provinsi di Indonesia yang diberikan keistimewaan. Kepala pemerintahan Provinsi Yogyakarta dikepalai oleh gubernur yang sekaligus adalah raja Kerajaan Mataram. Oleh karenanya, Yogyakarta sangat kental akan kearifan lokal dan budaya seni nya. Kawasan Wisata alam mangunan menapaki lahan seluas kurang lebih 25 Ha. Lokasi tersebut berada di kawasan Hutan Lindung, RPH Mangunan BDH Bantul-Kulonprogo, KPH Yogyakarta. Kemudian secara administratif terletak di Desa Mangunan, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul. Untuk menuju lokasi ini dapat ditempuh dalam waktu 40 menit-1 jam dari kota Yogyakarta dengan jarak tempuh sekitar 23Km. Akses jalan menuju lokasi terbilang sangat baik dengan jalan yang sudah aspal.
Sebagai salah satu instansi pemerintah, KPH Yogyakarta dalam mengelola wisata alam mangunan merujuk pada beberapa peraturan yang berlaku mulai hulu hingga hilir. Peraturan-peraturan tentang wisata alam yang diacu adalah:
1. Permenhut No. 22 Tahun 2012 tentang pedoman kegiatan usaha pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam di hutan lindung
2. Permenhut No. 31 Tahun 2016 tentang pedoman kegiatan usaha pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam pada hutan produksi
3. Perda DIY No.7 Tahun 2015 tentang pengelolaan hutan produksi dan hutan lindung
4. Pergub DIY No 5 Tahun 2018 tentang kerjasama pemanfaatan hutan produksi dan hutan lindung serta kerjasama dan perijinan pemanfaatan taman hutan raya (Tahura)
Sebagai salah satu instansi pemerintah, KPH Yogyakarta dalam mengelola wisata alam mangunan merujuk pada beberapa peraturan yang berlaku mulai hulu hingga hilir. Peraturan-peraturan tentang wisata alam yang diacu adalah:
1. Permenhut No. 22 Tahun 2012 tentang pedoman kegiatan usaha pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam di hutan lindung
2. Permenhut No. 31 Tahun 2016 tentang pedoman kegiatan usaha pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam pada hutan produksi
3. Perda DIY No.7 Tahun 2015 tentang pengelolaan hutan produksi dan hutan lindung
4. Pergub DIY No 5 Tahun 2018 tentang kerjasama pemanfaatan hutan produksi dan hutan lindung serta kerjasama dan perijinan pemanfaatan taman hutan raya (Tahura)
Kawasan wisata alam yang pertama kali dikembangkan berada di blok sudimoro III. Blok sudimoro III didominasi oleh tegakan pinus yang sudah berhenti sadap getah pinus. Beberkal dari potensi landscape yang indah, oleh karena itu KPH Yogyakarta mengambil langkah untuk mengembangkannya sebagai wisata alam. Dari satu lokasi di Blok Sudimoro III yang berhasil dan ramai akan pengunjung kemudian dilakukan pengembangan lanjutan ke lokasi-lokasi sekitarnya. Sesuai dengan konsep yang diusung, obyek-obyek yang disajikan di wisata mangunan mengandung nilai seni dan budaya Yogyakarta. Beberapa obyek terinspirasi dari filosofi maupun cerita rakyat sekitar. Hingga tahun 2018 wisata mangunan terbagi menjadi 9 lokasi wisata alam yaitu: Bukit Panguk, Bukit Mojo, Seribu Batu, Pinussari, Pinus Asri, Lintang Sewu , Bukit Ndah Romo, Puncak Becici, Gunung Pengger. Jumlah KTH yang mengelola wisata mangunan ada 7 KTH yaitu KTH Gunung Mojo, KTH Bukit Panguk, KTH Gunung Pengger, KTH Becici Asri, KTH Pinussari, KTH Pinus Asri, dan KTH Songgo Langit. Kelompok tani hutan (KTH) yang mengelola wisata alam mangunan ternaung dalam Koperasi Notowono. Sesuai peraturan yang berlaku kegiatan wisata alam di hutan lindung dapat melakukan kerjasama dengan masyarakat yang ternaung dalam badan hukum setidaknya berbentuk koperasi (Permenhut No. 22 Tahun 2012). Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY melakukan perjanjian kerjasama dalam mengelola wisata alam mangunan yang tertuang dalam dokumen perjanjian kerjasama No. 525/00909. Di dalam dokumen tersebut dikatakan adanya nilai bagi hasil sebesar 75% untuk koperasi dan 25% untuk pemerintah.
Dalam menjaga eksistensi wisata pengelola selalu menyajikan obyek-obyek yang kreatif dan kekinian mengikuti perkembangan jaman dengan tetap memasukan unsur budaya. Selain obyek yang menarik, kenyamanan pengunjung merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Pengelola wisata mangunan selalu mengedepankan aspek sarana dan prasarana yang memandai serta kebersihan yang selalu dijaga. Keberadaan wisata alam telah mendorong peningkatan perekonomian masyarakat setempat. Anggota kelompok tani hutan sebelumnya berkerja sebagai penyadap getah dan mengandalkan hasil tumpangsari. Sekarang mereka memperoleh pendapatan baru dari sektor wisata alam seperti berjualan, membuka homestay, dan lainnya.. Pemuda-pemudi setempat juga berpartisipasi aktif dalam pengelolaan wisata alam sehinga membantu mengurangi pengangguran di daerah tersebut. Peran pemuda dengan memberikan ide-ide segar dalam pengembangan obyek-obyek wisata serta menjadi anggota pengelolaa yang bekerja aktif. Keberhasilan pengelolaan wisata alam terbentuk dari kesinergian yang baik antara beberapa stakeholder yang berkecimpung di didalamnya. Kedepan pengelolaan hutan berbasis wisata alam akan giat untuk dikembangkan di wilayah hutan KPH karena masih banyak potensi-potensi pemandangan alam yang masih tersembunyi dan patut untuk ditelisik.
Dokumentasi
Dalam menjaga eksistensi wisata pengelola selalu menyajikan obyek-obyek yang kreatif dan kekinian mengikuti perkembangan jaman dengan tetap memasukan unsur budaya. Selain obyek yang menarik, kenyamanan pengunjung merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Pengelola wisata mangunan selalu mengedepankan aspek sarana dan prasarana yang memandai serta kebersihan yang selalu dijaga. Keberadaan wisata alam telah mendorong peningkatan perekonomian masyarakat setempat. Anggota kelompok tani hutan sebelumnya berkerja sebagai penyadap getah dan mengandalkan hasil tumpangsari. Sekarang mereka memperoleh pendapatan baru dari sektor wisata alam seperti berjualan, membuka homestay, dan lainnya.. Pemuda-pemudi setempat juga berpartisipasi aktif dalam pengelolaan wisata alam sehinga membantu mengurangi pengangguran di daerah tersebut. Peran pemuda dengan memberikan ide-ide segar dalam pengembangan obyek-obyek wisata serta menjadi anggota pengelolaa yang bekerja aktif. Keberhasilan pengelolaan wisata alam terbentuk dari kesinergian yang baik antara beberapa stakeholder yang berkecimpung di didalamnya. Kedepan pengelolaan hutan berbasis wisata alam akan giat untuk dikembangkan di wilayah hutan KPH karena masih banyak potensi-potensi pemandangan alam yang masih tersembunyi dan patut untuk ditelisik.
Dokumentasi
Gambar 1. Bukit Panguk
Gambar 2. Bukit Mojo
Gambar 3. Seribubatu
Gambar 4. Pinussari
Gambar 5. Lintangsewu
Gambar 6. Bukit Pengger
Gambar 7. Becici