Rabu, 19 Juni 2019

Dampak Sosial Ekonomi Wisata Hutan Pinus Mangunan

     Pemberdayaan diartikan sebagai proses pembangunan sumber daya manusia (SDM)/ masyarakat itu sendiri dalam bentuk penggalian kemapuan pribadi, kreaktifitas, kompetensi dan daya pikir, serta tindakan yang lebih baik dari sebelumnya. Pemberdayaan masyarakat penting dilakukan untuk mendongkrak kemampuan masyarakat terutama masyarakat miskin dan termaginalkan. Masyarakat didorong untuk mandiri, memiliki kesadaraan potensi, dan terlatih. Ujung dari proses pemberdayaan akan bermuara pada peningkatan kelas masyarakat baik secara sosial dan ekonomi. Daerah sekitar hutan merupakan salah satu daerah yang dikenal sebagai kantong kemiskinan di Indonesia. Masyarakat sekitar hutan memiliki ketergantungan yang kuat pada hutan untuk memenuhi kebutuhannya hidup. Mereka memerlukan pemberdayaan yang intensif untuk meningkatkan taraf hidupnya.
     Pemberdayaan telah dilaksanakan di kawasan hutan KPH Yogyakarta secara bersinergi dengan masyarakat. Contoh bentuk pemberdayaan di KPH Yogyakarta yang berhasil dapat dilihat dari kegiatan jasa lingkungan wisata alam hutan Pinus Mangunan (https://tehdanubi.blogspot.com/2018/07/cerita-hutan-wisata-alam-hutan-pinus.html). Hutan Pinus Mangunan (Wana Wisata Mangunan) berlokasi di Kawasan hutan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Mangunan, Bagian Daerah Hutan (BDH) Kulon Progo-Bantul. Letak administratif berada di Desa Mangunan, Kec. Dlingo, Kab. Bantul, Prov. D.I Yogyakarta.
     Sebelum adanya wisata hutan Pinus Mangunan yakni pada tahun 2011-2014 masyarakat sekitar hutan bermata pencaharian sebagai penyadap getah pinus dan petani. Terdapat kurang lebih 87 KK yang tergabung dalam anggotan KTH (kelompok tani hutan) sebagai tenaga penyadap pinus. Upah sadap yang diterima oleh tenaga sadap sebesar Rp 2.600,-/Kg. Dari hasil bertani dan sebagai tenaga sadap getah, masyarakat sekitar hutan Pinus Mangunan berpenghasilan kurang lebih Rp 500.000 - Rp 800.000 per bulan. Seiring dengan kondisi ekologi tegakan pinus yang sudah berumur tua, maka kegiatan penyadapan dihentikan. Tegakan pinus yang sudah tua terjadi penurunan potensi getah dan jika dipaksakan tetap sadap tegakan pinus akan cepat mati. Selain itu biaya operasional dengan pendapatan dari sadapan tidak proporsional.
     Masyarakat yang sudah bergantung pada hasil hutan pinus diberikan solusi agar tetap ikut berpartisipasi dalam mengelola hutan. Oleh karena nya, muncullah inisiasi mewujudkan pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam hutan Pinus Mangunan. Selama tahap perkembangan wisata hutan Pinus Mangunan, KPH Yogyakarta memberikan pendampingan yang intensif. Pendampingan tersebut diantaranya mengakomodir regulasi pengelolaan hutan untuk jasa wisata alam di D.I Yogyakarta, mengawasi agar pengelolaan wisata tidak keluar dari regulasi yang ada, memberikan peningkatan kapasitas masyarakat (kelembagaan), peningkatan keterampilan, pemberian bantuan sarana dan prasarana pendukung.
      Selama perkembangannya hingga saat ini, wisata hutan Pinus Mangunan terdiri 9 lokasi wisata dan dikelola oleh 7 operator KTH yang ternaung pada Koperasi Notowono. Kesepakatan dalam hal pendapatan dari pengelolaan wisata alam Pinus Mangunan menerapkan sistem bagi hasil yang didasarkan pada Perjanjian Kerja Sama antara Dinas LHK DIY dengan Koperasi Notowono. Proporsi bagi hasil yang diterapkan yakni 75% untuk masyarakat dan 25% untuk Pemda. Total pendapatan pada tahun 2018 (periode januari-desember) yang telah masuk sebesar Rp 9.042.413.000 yang terinci untuk masyarakat sebesar  Rp 6.781.809.750,- dan untuk PAD Pemda sebesar Rp. 2.260.603.620,-.

Gambar 1. Diagram Jumlah Pengunjung Wana Wisata Mangunan Tahun 2018

     Keberadaan wisata Pinus Mangunan berdampak signifikan pada peningkatan kesejahteraan masyakarakat sekitar hutan. Di dalam kawasan wisata, masyarakat diberikan akses untuk bekerja menjadi operator dan melakukan wiraswasta. Dampak wisata Mangunan dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Langsung
a. Penyerapan tenaga kerja sejumlah 544 orang sebagai pengelola wisata
b. Peningkatan kesejateraan dalam aspek pendapatan yang sebelum adanya wisata pendapatan berkisar Rp 300.000 - Rp 800.000 per bulan. dan setelah adanya wisata meningkat menjadi Rp 1.500.000 - Rp 3.500.000 per bulan.
c. Membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat non pengelola (jasa kuliner dan jasa foto)
2. Tidak Langsung
a. Munculnya desa-desa wisata (munculnya wisata baru di sekitar Pinus Mangunan)
b. Munculnya usaha-usaha pendukung wisata (homsestay, tour and travel, jasa akomodasi, dll)
3. Dampak Ikutan
a. Kegiatan wisata berdampak pada peningkatan kunjungan/ penggunaan sarana transportasi, penginapan, kuliner dan cinderamata diluar daerah Wisata Pinus Mangunan.
b. Meningkatnya pemahaman masyarakat untuk menjaga hutan
c. Memberikan pemahaman masyarakat bahwa hasil hutan tidak hanya kayu melainkan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan


DOKUMENTASI

Gambar 2. Spot Foto di Pengger

Gambar 3. Kunjungan di Pinussari

Gambar 4. Sosialisasi masyarakat dari KPH Yogyakarta

     
     

Continue reading Dampak Sosial Ekonomi Wisata Hutan Pinus Mangunan